Selasa, 03 Mei 2011

HARI RAYA AGAMA HINDU


RERAINAN JAGAT


KAJIAN MATERI.

Materi ini menjadi pilihan topik yang perlu dikaji lebih mendalam. Selama ini, hari-hari yang dinamakan rerainan lebih diaktualisasikan dalam suatu bentuk persembahan ( wujud ) ritual berupa banten dan segehan/caru yang dibingkai dengan tatanan nista, madya, dan utama, serta dibarengi dengan gerak laku ( karma marga ) yakni persembahan diri ( persembahyangan ).


LATAR BELAKANG.

Ada baiknya, perayaan hari raya yang telah berjalan di masyarakat tersebut direnungkan kembali. Mencari tahu, sejak kapan rerainan itu mentradisi di Bali ?, Mengapa rerainan itu ada, tentunya ada makna, tujuan, dan sudah dipastikan harinya ( dewasa ) ?, serta masyarakat sudah secara turun temurun melaksanakannya tanpa berani merubah, apalagi meniadakannya. Sebelum melangkah lebih jauh untuk melakukan pengkajian materi ini, perlu diketahui latar belakang agenda kegiatan ini diadakan.

Berbagai cerita pengalaman tentang penelusuran kehidupan yang bertujuan mencari tahu apa yang selama ini telah diamanatkan oleh orang tua kita, yakni orang Bali yang beragama Hindu. Dan secara jujur, pertanyaan mendasar tersebut sampai hari ini masih samar pemahamannya. Cobalah tanya diri masing-masing !!! Yang masih kuat terngiang di benak ini adalah sedari kecil selalu dibuatkan upacara otonan. Dan setiap rerainan seperti Galungan, Kuningan, Pagerwesi, hanya rutin membantu mempersiapkan sesajen dengan segala atributnya. Jadi, hanya sibuk dengan beragam kegiatan tanpa mengetahui untuk apa dan mengapa itu dibuat ? Rutinitas kegiatan itu demikian terpola dalam ingatan sehingga setiap perayaan hari raya “ harus “ ada banten dan atributnya serta dilengkapi dengan gerak lakunya ( karma marga ).

Singkat cerita. Ketika mulai menjalani hidup jauh dari orang tua/keluarga besar, umumnya kegiatan ritual mulai jarang dilakoni. Nah, bagaimana kalau sampai menetap di luar Bali, dan dengan hanya berbekal pemahaman akan makna upakara-upacara masih samar – saru gremeng, khususnya untuk peringatan hari kelahiran/oton ? Maka waktu peringatan hari kelahiran ( oton ) tersebut akan lewat begitu saja, tanpa ada prosesi apa pun. Begitu pula dengan perayaan hari raya lainnya seperti galungan, kuningan dan pagerwesi, umumnya hanya dirayakan sesuai dengan keyakinan yang samar, dan tidak ada persembahan. Disamping tidak mengerti, yang menjual sarana upakara bebanten pun juga tidak ada. Maka lengkaplah kegamangan pikiran dan perasaan pada saat itu.

Untuk menghindari kondisi seperti tersebut itu, sebaiknya kita mengisi diri, belajar  pada salah satu pesantian tempat pelatihan pembuatan dan penataan banten, serta melaksanakan suatu prosesi upacara. Proses seperti ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan diri, memperluas wawasan pengetahuan makna ajaran agama, terutama yang dekat dengan keseharian kita. Namun, hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk diri sendiri dan keluarga – anak, menantu, cucu – yang menjadi bagian dari keluarga.

Pertanyaannya, bagaimana menjadi orang Hindu Bali yang berada jauh dari keluarga besar, dari masyarakat Hindu, serta dari lingkungan yang mampu menyediakan sarana dan prasarana upakara dan pelaksanaan upacara ? Apakah pakem seperti itu yang wajib dilaksanakan ? Bagaimana memandang saudara-saudara kita yang telah meyakini suatu paham “ impor “ dan telah menjamur di sekitar kita ? Salahkah mereka ?

Mengkritisi cerita pengalaman tersebut di atas, akhirnya kita perlu merenung bersama. Hingga tercetuslah kemudian pertanyaan ?, “ Untuk siapa kalender Bali ini dibuat “? Tentunya ada makna /esensi yang perlu diungkap dan dijabarkan, dengan harapan agar lebih mudah diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.


TUJUAN PENGKAJIAN.

            Harus diakui, selama ini ekspresi umat Hindu di Bali, didominasi dan terfokus pada persembahan keluar berupa banten/sesajen yang bisa dilihat / dinilai orang lain. Seperti itulah saat ini yang menjadi ukurannya. Sudah semestinya dibuatkan suatu tata cara belajar yang sesuai dengan penjenjangan hidup, dengan mengambil spirit Catur Asrama sebagai terminalnya. Pola pikir masyarakat ( manusia ) pada umumnya sering melawan hati nuraninya, menggilas rasa yang bersemayam dalam sanubari ( adnya ), dan membiarkan “ sang pikir “ ( jnyana ) berkuasa sebagai pengendali atas dirinya.


Berikut ini,  rerainan yang lumrah diperingati oleh umat Hindu Sedharma, yakni :

  1. Saniscara Kliwon Nawa Uye, ~ Tumpek Kandang.
  2. Buda Wage Menail, ~ Buda Cemeng Menail.
  3. Wraspati Kliwon Menail, ~ Kajeng Kliwon Uwudan.
  4. Sukra Umanis Menail, ~ Hari Bhatari Shri.
  5. Anggara Kliwon Prangbakat, ~ Anggara Kasih Prangbakat. 
  6. Sukra Kliwon Bala, ~ Kajeng Kliwon Enyitan.


  1. Buda Kliwon Ugu.
  2. Saniscara Kliwon Wayang, ~ Tumpek Wayang.
  3. Buda Wage Kelawu, ~ Buda Cemeng Kelawu.
  4. Sukra Umanis Kelawu, ~ Hari Bhatari Shri.
  5. Anggara Kliwon Dukut, ~ Anggara Kasih Dukut.
  6. Redite Kliwon Watugunung, ~ Kajeng Kliwon Pemelastali / Watugunung runtuh.
  7. Anggara Pahing Watugunung, ~ Hari Paid-paidan.
  8. Buda Pon Watugunung, ~ Hari Urip.


  1. Wraspati Wage Watugunung, ~ Hari Patetegan.
  2. Sukra Kliwon Watugunung, ~ Hari Pangeredanan.
  3. Saniscara Umanis Watugunung, ~ Hari Saraswati.
  4. Redite Pahing Dasa Sinta, ~ Hari Banyu Pinaruh.
  5. Soma Pon Dasa Sinta, ~ Hari Soma Ribek.
  6. Anggara Wage Dasa Sinta, ~ Hari Sabuh Mas.
  7. Buda Kliwon Dasa Sinta, Hari Pagerwesi.
  8. Soma Kliwon Landep, ~ Kajeng Kliwon Uwudan.
  9. Sanicara Kliwon Landep, ~ Tumpek Landep.
  10. Redite Umanis Ukir, ~ Memuja Bhatara Hyang Guru.
  11. Buda Wage Ukir, ~ Buda Cemeng Ukir.
  12. Sukra Umanis Ukir, ~ Hari Bhatari Shri.
  13. Anggara Kliwon Kulantir, ~ Anggara Kasih Kulantir, dan Kajeng Kliwon Enyitan.


  1. Soma Umanis Tulu, ~ Memuja Bhatara-Bhatari di Merajan.
  2. Buda Kliwon Gumbreg dan Kajeng Kliwon Uwudan.
  3. Saniscara Kliwon Wariga, ~ Tumpek Uduh/Pengatag.
  4. Buda Wage Warigadian, ~ Buda Cemeng Warigadian.
  5. Wraspati Kliwon Warigadian, ~ Kajeng Kliwon Enyitan.
  6. Sukra Umanis Warigadian, ~ Hari Bhatari Shri.


  1. Anggara Kliwon Julungwangi, ~ Anggara Kasih Julungwangi.
  2. Wraspati Wage Eka Sungsang, ~ Hari Sugian Jawa.
  3. Sukra Kliwon Sungsang, ~ Hari Sugian Bali, Kajeng Kliwon Uwudan.
  4. Redite Pahing Dungulan, ~ Hari Penyekeban.
  5. Soma Pon Dungulan, ~ Hari Penyajaan Galungan.
  6. Anggara Wage Dungulan, ~ Hari Penampahan Galungan.
  7. Buda Kliwon Dungulan, ~ Hari Raya Galungan.
  8. Wraspati Wage Dungulan, ~ Hari Umanis Galungan.
  9. Saniscara Pon Dungulan, ~ Hari Pemaridan Guru.
  10. Redite Wage Kuningan, ~ Hari Ulihan.
  11. Soma Kliwon Kuningan, ~ Pemacekan Agung.
  12. Saniscara Kliwon Kuningan, ~ Hari Raya Kuningan. Tumpek Kuningan. Kajeng Kliwon Enyitan.


  1. Buda Wage Langkir, ~ Buda Cemeng Langkir.
  2. Sukra Umanis Langkir, ~ Hari Bhatari Shri.
  3. Anggara Kliwon Medangsia, ~ Anggara Kasih Medangsia.
  4. Redite Kliwon Pujut, ~ Kajeng Kliwon Uwudan.
  5. Buda Kliwon Pahang, ~ Pegatwakan.
  6. Soma Kliwon Krulut, ~ Kajeng Kliwon Enyitan.


  1. Saniscara Kliwon Krulut, ~ Tumpek Krulut.
  2. Buda Wage Merakih, ~ Buda Cemeng Merakih.
  3. Sukra Umanis Merakih, ~ Hari Bhatari Shri.
  4. Anggara Kliwon Dwi Tambir, ~ Anggara Kasih Tambir. Kajeng Kliwon Uwudan.
  5. Anggara Pahing Medangkungan, ~ Memuja Hyang Widhi / Bhatara Brahma di Merajan Kawitan.
  6. Buda Kliwon Matal, dan Kajeng Kliwon Enyitan.
  7. Anggara Kliwon Dukut, ~ Anggara kasih Dukut.


  1. Redite Umanis Ukir, ~ Memuja Bhatara Hyang Guru.
  2. Soma Umanis Tulu, ~ Memuja Bhatara/Bhatari di Merajan.


  1. Anggara Pahing Medangkungan, ~ Memuja Hyang Widhi/ Bhatara Brahma di Merajan Kawitan.
  2. Buda Pon Medangkungan, ~ Melakukan Upakara Nangluk Merana.


TUMPEK :

¯  Saniscara Kliwon Nawa Uye, ~ Tumpek Kandang.
¯  Saniscara Kliwon Wayang, ~ Tumpek Wayang.
¯  Saniscara Kliwon Landep, ~ Tumpek Landep.
¯  Saniscara Kliwon Wariga, ~ Tumpek Uduh/Pengatag/Wariga.
¯  Saniscara Kliwon Krulut, ~ Tumpek Krulut.
¯  Saniscara Kliwon Kuningan, ~ Tumpek Kuningan.


PURNAMA – TILEM :

¯  Purnama Sasih Kelima     ;           Tilem Sasih Kelima.
¯  Purnama Sasih Keenam. ;           Tilem Sasih Keenam.
¯  Purnama Sasih Kepitu.     ;           Tilem Sasih Kepitu.
¯  Purnama Sasih Kewulu.   ;           Tilem Sasih Kewulu.
¯  Purnama Sasih Kesanga. ;           Tilem Kesanga.
¯  Purnama Sasih Kedasa.    ;           Tilem Kedasa.
¯  Purnama Sasih Jiyesta.     ;           Tilem Sasih Jiyesta.
¯  Purnama Sasih Sadha.      ;           Tilem Sasih Sadha.
¯  Purnama Sasih Kasa.       ;           Tilem Sasih Kasa.
¯  Purnama Sasih Karo.       ;           Tilem Sasih Karo.
¯  Purnama Sasih Ketiga.     ;           Tilem Sasih Ketiga.
¯  Purnama Sasih Kapat.      ;           Tilem Sasih Kapat.


KAJENG KLIWON :

¯  Kajeng Kliwon Uwudan.
¯  Kajeng Kliwon Enyitan.
¯  Redite Kliwon Watugunung, ~ Kajeng Kliwon Pemelastali.


ANGGARA KASIH :

¯  Anggara Kliwon Prangbakat, ~ Anggara Kasih Prangbakat.
¯  Anggara Kliwon Dukut, ~ Anggara kasih Dukut.
¯  Anggara Kliwon Kulantir, ~ Anggara Kasih Kulantir.
¯  Anggara Kliwon Julungwangi, ~ Anggara Kasih Julungwangi.
¯  Anggara Kliwon Medangsia, ~ Anggara Kasih Medangsia.
¯  Anggara Kliwon Dwi Tambir, ~ Anggara Kasih Tambir.



Uku Watugunung, hari raya SARASWATI :

¯  Redite Kliwon Watugunung, ~ Watugunung runtuh.
¯  Anggara Pahing Watugunung, ~ Hari Paid-paidan.
¯  Buda Pon Watugunung, ~ Hari Urip.
¯  Wraspati Wage Watugunung, ~ Hari Patetegan.
¯  Sukra Kliwon Watugunung, ~ Hari Pangeredanan.
¯  Saniscara Umanis Watugunung, ~ Hari Saraswati, Turunannya Ilmu Pengetahuan.


Uku Sinta, hari raya PAGERWESI :

¯  Redite Pahing Dasa Sinta, ~ Hari Banyu Pinaruh.
¯  Buda Kliwon Dasa Sinta, ~ Hari Pagerwesi.


Hari raya SIWARATRI


Uku Sungsang – Dungulan, hari raya GALUNGAN :

¯  Wraspati Wage Eka Sungsang, ~ Hari Sugian Jawa.
¯  Sukra Kliwon Sungsang, ~ Hari Sugian Bali.
¯  Redite Pahing Dungulan, ~ Hari Penyekeban.
¯  Soma Pon Dungulan, ~ Hari Penyajaan Galungan.
¯  Anggara Wage Dungulan, ~ Hari Penampahan Galungan.
¯  Buda Kliwon Dungulan, ~ Hari Raya Galungan.
¯  Wraspati Wage Dungulan, ~ Hari Umanis Galungan.
¯  Saniscara Pon Dungulan, ~ Hari Pemaridan Guru.


Uku Kuningan, hari raya KUNINGAN :

¯  Redite Wage Kuningan, ~ Hari Ulihan.
¯  Soma Kliwon Kuningan, ~ Pemacekan Agung.
¯  Sukra Wage Kuningan, ~ Penampahan Kuningan.
¯  Saniscara Kliwon Kuningan, ~ Hari Raya Kuningan.


Uku Pahang :

¯  Buda Kliwon Pahang, ~ Pegatwakan.


Hari raya NYEPI :

¯  Melasti, Pekiyisan ke Segara/mata air suci.
¯  Tilem Kesanga dan Melakukan Bhuta Yadnya/Tawur Agung Kesanga/Mecaru, Ngerupuk.
¯  Nyepi, Tahun Baru Saka. Melakukan Catur Berata Penyepian dan Meditasi.
¯  Ngembak Geni.


HARI BHATARI SHRI :

¯  Sukra Umanis Menail,
¯  Sukra Umanis Kelawu,
¯  Sukra Umanis Ukir,
¯  Sukra Umanis Warigadian,
¯  Sukra Umanis Langkir,
¯  Sukra Umanis Merakih,
¯  Sukra Umanis Merakih,


LAINNYA :

¯  Buda Cemeng Menail.
¯  Buda Kliwon Ugu.
¯  Buda Wage Kelawu, ~ Buda Cemeng Kelawu.
¯  Redite Umanis Ukir, ~ Memuja Bhatara Hyang Guru.
¯  Buda Wage Ukir, ~ Buda Cemeng Ukir.
¯  Soma Umanis Tulu, ~ Memuja Bhatara-Bhatari di Merajan.
¯  Buda Kliwon Gumbreg.
¯  Buda Wage Warigadian, ~ Buda Cemeng Warigadian.
¯  Buda Wage Merakih, ~ Buda Cemeng Merakih.
¯  Buda Kliwon Matal.
¯  Anggara Pahing Medangkungan, ~ Memuja Hyang Widhi / Bhatara Brahma di Merajan Kawitan.
¯  Redite Umanis Ukir, ~ Memuja Bhatara Hyang Guru.
¯  Soma Umanis Tulu, ~ Memuja Bhatara/Bhatari di Merajan.


Demikian padat kegiatan rerainan yang diperingati umat di Bali. Belum lagi masyarakat  berbicara perihal upacara di pura-pura seperti : Kahyangan Jagat, Sad Kahyangan, Dang Kahyangan, Kahyangan Tiga, Dadia Keluarga. Lain lubuk lain ikannya, maksudnya, masing-masing desa Pakraman punya awig-awig adat, dengan kesepakatan inti adalah ngerombo karya.

            Namun sesungguhnya, kalau dicermati secara lebih mendalam, bahwa apa yang telah diwariskan tetua dalam berbagai perayaan ini sudah diatur sedemikian rupa. Ada keselarasan antara jaba dan jero yang oleh para tetua jadikan laku-fisik ( karma yoga ). Laku-jaba, adalah pelaksanaan persembahan berupa wujud/simbol-simbol/sesaji untuk Sang Pencipta. Sedangkan laku-jero, melaksanakan brata, yasa, ( yoga, Samadhi ).

            Apa yang semakin semarak lima tahun terakhir ini adalah laku-jaba. Persembahan serba wah… dengan etika laku yang tumpang tindih, seperti terlihat dari cara mereka berpakaian ke pura, dimana sangat sulit membedakan antara mana pemangku dan pemedek. Atau sudah pantaskah mereka memakai warna serba putih, ataukah sebatas sebagai kedok ?

                       
WINDUSARA MURTI
            

1 komentar:

  1. suksma Info nya...Masukan saya,.alangkah baiknya juga dijelaskan makna dari hari raya tersebut...untuk menambah wawasan para pembaca...suksma

    BalasHapus